Kepekaan Suara Hati

 

"Suara hati yang terpasung akan menuai kegelisahan dan kecemasan". CP

(ilustrasi gambar artis Gisel by CelestineP)

Sepandai-pandai artis Gisel berkelit akan pembuatan video asusila, setelah berbulan-bulan dalam proses akhirnya muncul pengakuan darinya. Ia pelaku video itu bersama seorang lelaki. Padahal diketahui hal itu adalah aib dilakukan, bila ditelanjangi publik.

Ya. Akhirnya isu ini terbukti benar adanya. Gisel tidak belajar dari terpaan gunjingan dan peristiwa serupa sebelumnya. Gosip panas menerpa berulang kali sebelum ia dijadikan tersangka kemarin, 29 Desember 2020.

Seorang seperti dirinya tidak peka dimana ia berpijak. Kakinya menapaki bibir jurang. Sedikit saja lengah, kakinya tergelincir, jatuh. Apalagi ia seorang publik figur, artis tenar, popular di Indonesia akhirnya menjadi bahan olok-olok massa.

Seseorang bisa saja tersandung kerikil tajam, namun dengan tekad kuat bangkit lalu memperbaiki diri, tidak melakukan kesalahan yang sama. Bagai keledai tua, harus selalu dicambuk agar terus berjalan.

Kenyataannya setiap orang berbeda dalam menjawab cibiran. Individu berkarakter keras kepala akan terus maju apabila kakinya belum terantuk. Ia masa bodoh dengan apa yang terjadi kelak.

Mengapa sebagian orang peka terhadap keadaan yang menimpanya tapi sebagian orang bertelinga tebal? Pertanyaan ini sama dengan kenapa ada orang jahat dan orang baik? Setiap individu yang peka selalu mendengarkan suara hati positif. Orang yang selalu mendekatkan diri kepada Sang Khalik akan peka terhadap suara hati yang berbisik.

Suara hati mengikat dirinya sebagai hukum tidak tertulis bagi pribadinya, berfungsi menjadi pengarah jalan (guide). Menjadi kompas ke kiri, kanan, lurus, belok, menerima atau menolak.

Jika hati nurani berkata tidak, seseorang normal menolak melakukan sesuatu sebab suara hatinya berbicara. Ada suatu penolakkan dalam jiwanya. Hukum ada dalam dasar hatinya. Bila ia patuh terhadap suara hati positif, hal ini sebagai pencegah kejadian buruk.

Bila suara hati mengatakan tidak namun ia tetap melakukannya, anda lihat saja apa gerangan yang akan terjadi. Bukankah dalam pergaulan sosial, kita harus selalu berperilaku positif? Perilaku baik terjadi karena hati dan pikiran yang positif.

Mari kita belajar peka terhadap suara hati positif, kemudian diwujudkan dengan perilaku baik niscaya kita tidak akan terperosok lebih dalam.

"Berhati-hatilah. Hilangkan dan kunci keraguan dari suara hati". CP
(ilustrasi pixabay.com)

Suatu hari saya berkenalan dengan seorang klien yang hendak melakukan bisnis di kota A. Tampaknya ia seorang yang baik-baik saja dilihat dari tampilan dan gaya bicara, tidak menunjukan sesuatu yang ganjil.

Setelah beberapa kali pertemuan, sang klien mengajak berbisnis. Suatu hari ia membawa barang berharga itu dalam tas untuk ditunjukkan. Saya percaya, kenapa tidak? Saya telah memeriksa berlian-berlian itu.

Saat malam menenangkan diri, suara hati berbisik agar menghentikan rencana bisnis itu. Berulang kali suara hati mengatakan ‘stop, kau akan terperangkap. Ketika bangun tidur, suara itu semakin keras diikuti hati tidak sejahtera.

Siang hari di kantor, ketika hendak menghubungi klien ini, seseorang menelpon dan mengabarkan bahwa klien tersebut ditangkap aparat karena ulah penipuan.

Segala tindakan yang tidak mendatangkan damai sejahtera di hati, jangan dilakukan. Mendengarkan suara hati perlu ketekunan, diantaranya berdoa, mencari ketenangan, relaksasi, meditasi, merenung dengan hati tertuju Sang Khalik.

Cara sederhana mengetahui hati tidak damai yaitu jika kita dilanda keraguan terus menerus dalam melakukan atau memutuskan sesuatu hal. Ya, tidak, ya, tidak, hati tidak mantap, resah, gelisah.

Suara hati berperan melindungi diri kita sebelum hal buruk terjadi. Jangan sepelekan suara hati, ia mampu mengarahkan langkah positif kita.

Menyambut tahun baru, mari kita lebih memantapkan.

Salam.


* Artikel ini menjadi artikel pilihan di Kompasiana.com


Comments