Dua Puluh Sembilan Tahun Lalu

 


Dua puluh Sembilan tahun lalu, ia bayi mungil lucu, gemuk, sehat. Jam menunjukkan 17:00 tangis bayi memenuhi ruangan kamar.

“Laki-laki Bu!” ujar perawat

Kesakitanpun lenyap seketika. Aku melihat wajah bayi mungil, seakan takpercaya baru saja aku lewati saat paling bahagia di sepanjang hidup.

Jarinya lentik, putih, bersih, pipi tembem, mata sipit, rambut lebat menutupi kepala. Ia tidak seperti siapapun, ia bayi bahagia sebab aku dan ayahnya menjaganya selama dalam kandungan.

Kupakaikan popok dengan nama bersulam benang merah, biru, hijau, kuning buatan ibuku. Ia pasti senang melihat sulaman itu. Teringat menjelang 7 bulan kandungan, ibuku mulai menyulam.

Empat hari kulewati bersamanya. Hanya jam menyusui ku dapat memandangnya. Kuteliti satu demi satu seluruh anggota tubuhnya yang mungil itu.

Luapan kebahagiaan. Inilah saat paling bahagia menimang anak yang kami rindukan.

Ia berjalan saat genap 11 bulan. Saat itu, ia tertatih berjalan menghampiri kapas di meja rias, mengambilnya dan memegangnya sepanjang tidur.

Oh, tampak ia senang dengan lembutnya kapas yang menemani tidurnya. Sejak itu kuganti dengan selimut lembut tapi tetap ia menginginkan kapas lembutnya.

Waktu berlalu cepat, 5 tahun kemudian kehadiran seorang adik untuknya membuat ia berhenti dari dot. Ia lepas karena malu, adik juga ngedot.

Mainan Robocop, porwer ranger, mobil-mobilan tak bisa diberikan adik sebab adik bermain boneka teletabies, Barbie.

Masa kecil yang indah, bermain seharian, mengganggu adik, tiada dapat terulang.

Kini, nun jauh di negri sebrang, nikmatilah kebahagiaan bersama anak dan istri serta anak tersayang Heitor. Bahagiakanlah mereka karena cinta takpernah berakhir.

Happy Birthday my son,

We love you

Jakarta, 18 Januari 2021

Comments